Liputandelapan8.com, Jakarta – Para ilmuwan berhasil menguji perangkat yang mampu mengaktifkan gelombang otak, alat ini membantu pasien stroke bisa berjalan normal berkat alat implan otak.
Studi ini telah dihadirkan dalam jurnal Nature Medicine dan memiliki potensi untuk memberikan dukungan dalam pengobatan gejala yang masih ada bagi ribuan orang yang mengalami stroke setiap tahun. Salah satu individu pertama yang mencoba perangkat ini adalah Stan Nicholas, berusia 66 tahun, yang menderita stroke akibat penyumbatan pembuluh darah otak pada tahun 2017. Kejadian tersebut mengakibatkan kerusakan pada sebagian otak kanannya dan berdampak pada kemampuan setengah tubuh kirinya.
Nicholas berpartisipasi dalam penelitian ini dan meminta dokter untuk menanamkan elektroda di area khusus di otaknya. Hal ini menghasilkan impuls listrik yang bertujuan untuk memperbaiki impuls yang tidak normal. Setelah beberapa bulan, dia merasakan perubahan yang signifikan. Meskipun ia tidak bisa merasakan implant di kepalanya, dia bisa menggerakkan tangan dan lengan kirinya dengan lebih baik. Sebagai hasilnya, dia dapat melakukan tugas-tugas seperti mencuci piring, berkebun, memasak, dan membersihkan dengan lebih lancar. Bahkan berpergian menjadi lebih mudah daripada sebelumnya.
“Dengan tanpa operasi, semuanya akan jauh lebih sulit daripada sekarang. Dia percaya bahwa alat ini membuat pergerakan menjadi 40-50% lebih mudah dibandingkan hanya terapi fisik,” ujar ahli bedah saraf Dr. Andre Machado dari Klinik Cleveland, yang merawat Nicholas. Dr. Andre sangat terkesan dengan peningkatan yang begitu cepat. Dia menilai pasiennya mencapai 6-8 pada skala penilaian sebanyak 15 poin yang biasa digunakan oleh dokter.
Dr Machado gagal dalam uji klinis besar-besaran
Sebelumnya, alat yang digunakan oleh Pak Nicholas telah diuji untuk mengobati penderita penyakit Parkinson. Ketika alat ini pertama kali diterapkan untuk kasus stroke, Dr. Machado menghadapi kegagalan dalam uji klinis besar-besaran. Namun dari pengalaman tersebut, ia memperoleh ide untuk mengubah mekanisme kerja chip tersebut. Alih-alih merangsang bagian otak di mana stroke terjadi, ia bersama rekan-rekannya memusatkan perhatian pada bagian otak kecil yang dikenal sebagai nukleus dentate.
Otak kecil berperan penting dalam menjaga keseimbangan serta mengendalikan gerakan tangan dan berjalan. Nukleus dentate, yang merupakan bagian dari otak kecil, berfungsi untuk mengumpulkan informasi dari otak kecil itu sendiri, kemudian menerjemahkan dan mengirimkan informasi tersebut ke korteks serebral. Menurut Machado, tingkat konektivitas yang tinggi di area ini membuatnya menjadi cara yang efektif untuk menggunakan chip guna mensimulasikan rangsangan di berbagai bagian otak, termasuk bagian yang terpengaruh oleh stroke.
Dalam kasus Nicholas, dokter tidak langsung melakukan operasi. Sebaliknya, langkah pertama adalah menjalani terapi fisik untuk secara bertahap memperbaiki fungsi tubuhnya. Sebagai bagian dari percobaan, perangkat yang ditanamkan di otak Nicholas diambil kembali setelah masa pemantauan. Meskipun begitu, tubuhnya tetap berfungsi normal dan kondisinya terus membaik. Dia memiliki harapan untuk suatu hari nanti bisa bermain gitar lagi.
Artikel ini menerangi harapan yang luar biasa bagi pasien yang mengalami stroke. Berkat alat implan otak yang dikembangkan, pasien stroke bisa berjalan normal. Dengan fokus pada otak kecil dan nukleus dentate, para ilmuwan telah membuka jalan baru dalam perawatan pasca stroke. Penemuan ini memungkinkan pasien seperti Stan Nicholas untuk mengembalikan kemampuan bergerak dan berfungsi dalam aktivitas sehari-hari. Sementara langkah-langkah ini masih dalam pengembangan, hasil awal sangat menggembirakan dan berpotensi membawa perubahan besar dalam rehabilitasi pasien stroke di masa depan.