Bahaya makan makanan mentah

Bahaya makan makanan mentah

Liputandelapan8.com, Jakarta – Makan makanan mentah dalam jangka waktu yang lama tidak hanya menyebabkan kelelahan pada tubuh, tetapi juga meningkatkan risiko terinfeksi oleh bakteri, parasit, bahkan menimbulkan bahaya bagi nyawa.

Pola makan makanan mentah, juga dikenal sebagai raw food diet, melibatkan konsumsi bahan makanan yang tidak dimasak dengan panas tinggi. Makanan ini umumnya tidak melalui proses pasteurisasi, pemurnian, atau pemrosesan. Orang yang mengikuti diet ini cenderung mengonsumsi tumbuhan seperti buah-buahan, sayuran, dan kacang-kacangan. Namun, dalam beberapa kasus, bahan seperti telur mentah, susu, dan bahkan ikan mentah juga bisa dimasukkan ke dalam pola makan ini.

Beberapa orang percaya bahwa pola makan mentah ini memiliki manfaat kesehatan karena menjaga kandungan enzim dan nutrisi alami dalam makanan. Namun, pola makan ini juga membawa risiko. Makanan mentah yang tidak diolah termal bisa menjadi sumber infeksi dari bakteri atau parasit, yang dapat berdampak buruk pada kesehatan. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan dengan mempertimbangkan risiko yang ada.

Risiko terbesar saat makan mentah

Menurut pandangan pengobatan tradisional, mengonsumsi dan makan banyak makanan mentah dan dingin dapat menyebabkan bahaya terutama mengganggu keseimbangan fungsi limpa dan lambung. Hal ini berpotensi menyebabkan gangguan pencernaan, sakit perut, dan masalah buang air besar. Kadang-kadang, gejala ini juga bisa disertai dengan ketidaknyamanan seperti diare yang mengganggu tidur. Lebih lanjut, ada risiko serius terkait dengan makan makanan mentah, seperti kekurangan nutrisi dan kemungkinan keracunan akibat bakteri, virus, dan racun yang mungkin terdapat dalam makanan tersebut.

Sejumlah jenis kacang-kacangan mengandung senyawa seperti saponin dan legumin yang, jika tertelan, dapat menyebabkan mual, sakit perut, dan diare. Kasus yang lebih parah bahkan dapat berujung pada risiko jiwa. Namun, penting untuk diingat bahwa saponin dan legumin adalah senyawa yang dapat diuraikan oleh panas tinggi. Inilah sebabnya mengapa memasak dan mengolah makanan dengan suhu tinggi dianggap lebih aman.

Makan sayuran mentah juga membawa risiko potensial terhadap terjadinya diare yang disebabkan oleh berbagai bakteri dan mikroorganisme berbahaya seperti E. coli, salmonella, staphylococci, campylobacter, cacing parasit, serta virus hepatitis A, B, dan E. Namun, dengan memasak makanan pada suhu tinggi, risiko terhadap kehadiran mikroorganisme ini dapat dihilangkan.

Mengonsumsi sayuran mentah atau ikan mentah dapat meningkatkan risiko penyakit parasit secara signifikan. Hal ini terutama disebabkan oleh kondisi sayuran mentah yang mungkin tidak sehat akibat penyiraman dengan air yang tercemar, pemupukan menggunakan pupuk segar, serta penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan peraturan. Beberapa jenis parasit yang sering ditemukan pada buah dan sayuran mentah meliputi cacing kremi, cacing tambang, cacing rambut, telur cacing gelang, dan cacing hati.

Bahaya Parasit

Parasit yang hidup di dalam tubuh cenderung mengambil nutrisi untuk tumbuh, dan dampaknya dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh melemah. Ini dapat berujung pada kerusakan pada usus, peradangan usus, serta masalah pencernaan. Larva dari cacing pita yang berasal dari usus dapat masuk ke dalam aliran darah dan berpindah ke berbagai bagian tubuh. Mereka dapat membentuk nodul keras, terutama di jaringan subkutan, otak, dan mata. Selain itu, kista babi juga dapat menyebabkan masalah serius seperti meningitis, kerusakan otak, kejang, serta kehilangan penglihatan atau bahkan kebutaan.

Dalam konteks ini, para ahli menyarankan agar masyarakat mengedepankan prinsip kebersihan dalam konsumsi makanan. Disarankan untuk menghindari makan daging mentah atau setengah matang, serta menghindari konsumsi hewan yang terlihat sakit. Penting juga untuk memastikan bahwa makanan dimasak hingga matang, air yang dikonsumsi adalah air yang matang, dan menjalani pemberian obat cacing minimal 3 kali dalam setahun. Waktu pemberian obat perlu diatur dengan jarak 4 bulan (dosis sesuai dengan usia yang ditunjukkan).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *