Tiongkok: Garam ‘terjual habis’ setelah pembuangan Fukushima

Tiongkok: Garam 'terjual habis' setelah pembuangan Fukushima

Liputandelapan8.com, Jakarta – Tiongkok baru-baru ini mengumumkan keputusan untuk menghentikan impor semua produk makanan laut dari Jepang, termasuk garam laut dan rumput laut. Dampak dari keputusan ini langsung terasa di berbagai wilayah Tiongkok, seperti pesisir provinsi Fujian, Beijing, dan Shanghai, di mana Garam ‘terjual habis’ setelah pembuangan Fukushima. Larangan ini diumumkan oleh Administrasi Umum Bea Cukai Tiongkok. Hal ini dilakukan sebagai langkah untuk menjaga keamanan pangan dan melindungi kesehatan masyarakat. Apalagi setelah Jepang memutuskan untuk membuang limbah nuklir ke Samudera Pasifik.

Reaksi masyarakat atas situasi ini sangat beragam. Beberapa orang berbondong-bondong membeli garam sebagai langkah antisipasi, sementara yang lain menghindari penggunaan garam laut. Foto-foto rak kosong di supermarket di Beijing menjadi bukti nyata dampak larangan ini. Selain itu, saham perusahaan pemurnian air asin China mengalami kenaikan signifikan.

Untuk meredakan kekhawatiran ini, pejabat di beberapa wilayah, termasuk kota Fuzhou di provinsi Fujian, berusaha menenangkan masyarakat dengan menjamin ketersediaan pasokan garam. Mereka juga menghimbau agar pembelian garam dilakukan secara wajar sesuai kebutuhan. Meskipun situasinya masih dinamis, langkah-langkah ini diharapkan dapat membantu menjaga stabilitas pasokan garam dan mengurangi kecemasan di kalangan masyarakat.

Pemerintah mempunyai cadangan garam yang cukup

Kelompok Industri Garam Guangdong telah mengklarifikasi bahwa pemerintah provinsi memiliki stok garam yang cukup untuk memenuhi kebutuhan. Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa garam laut lokal aman untuk digunakan.

Direktur Asosiasi Industri Garam Tiongkok juga menekankan bahwa negara ini menerapkan peraturan ketat terkait keamanan pangan. Produksi garam dalam negeri sudah cukup untuk memenuhi permintaan, sehingga tidak ada kebutuhan untuk menimbun garam.

China Salt Group, sebuah kelompok industri garam nasional, mengungkapkan bahwa sebagian besar produk garam di Tiongkok, yaitu 87%, berasal dari sumber sumur. Sementara 10% berasal dari garam laut dan 3% dari garam danau. Produksi garam dari sumur dan danau tidak terpengaruh oleh situasi pembuangan limbah nuklir Jepang.

Meskipun Jepang menyumbang kurang dari 4% dari total impor makanan laut Tiongkok, impor tersebut memiliki peran penting. Peran ini meliputi seperti pasokan tuna sirip biru. Meskipun telah mendapat persetujuan dari pengawas nuklir PBB dan pemerintah Jepang, rencana pembuangan air limbah radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima tetap menuai keberatan dari banyak negara, terutama Tiongkok dan Korea.

Namun, dengan kontroversi yang ada, Jepang memulai pembuangan air limbah radioaktif dari pembangkit listrik Fukushima pada tanggal 24 Agustus. Meskipun permasalahan ini masih menghadapi penolakan, langkah tersebut menunjukkan kompleksitas isu yang terkait dengan keamanan dan lingkungan.

Pembuangan limbah nuklir dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima telah memicu reaksi di Tiongkok, di mana Garam ‘terjual habis’ setelah pembuangan Fukushima secara drastis. Keputusan Tiongkok untuk menghentikan impor produk makanan laut dari Jepang telah menciptakan kekhawatiran akan ketersediaan garam laut. Ini kemudian juga memicu lonjakan permintaan yang tak terduga. Banyak toko garam di wilayah pesisir, seperti Fujian, Beijing, dan Shanghai, dilaporkan telah kehabisan stok garam. Meskipun pemerintah dan kelompok industri telah memberikan klarifikasi tentang ketersediaan garam dalam negeri, peristiwa ini menggarisbawahi bagaimana isu yang kompleks seperti keamanan nuklir dapat berdampak luas pada dinamika pasar dan keseharian masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *