Pria Berusia 32 Tahun Mempunyai 96 Anak

Dylan Stone-Miller. | Pria Berusia 32 Tahun Mempunyai 96 Anak

Liputandelapan8.com, Jakarta – Pria Berusia 32 Tahun Mempunyai 96 Anak, seorang pria bernama Dylan memiliki total 96 anak biologis yang tersebar di berbagai negara. Bukan hasil dari hubungannya, pria 32 tahun tersebut adalah pendonor sperma yang sudah rutin menyumbang sejak berusia 18. Baru-baru ini Dylan bertekad untuk menemui dan menjalin hubungan dengan mereka semua. Ia pun sampai memutuskan untuk berhenti kerja sementara.

Dylan Stone-Miller menjadi pendonor sperma sejak masuk kuliah. Hal itu berawal ketika ia pernah ditahan karena mabuk sambil berkendara. Orang tua Dylan memintanya untuk mencari pengacara. Butuh uang, ketika itu ia mendaftar di bank sperma, Xytex. Ia pun rutin menyumbang selama enam tahun yang kini menghasilkan hampir 100 anak.

Pria asal Georgia tersebut memberikan izin untuk identitasnya diungkap kepada ‘keturunan-keturunannya’ ketika sudah berusia 18. Tapi Dylan sendiri sudah bertemu 23 di antaranya meski mereka masih di bawah umur. Hal itu dilakukannya setelah suatu hari dihubungi orang tua dari anak pertamanya yang merasa bersyukur karena Dylan.

dylan-stone-miller | Pria Berusia 32 Tahun Mempunyai 96 Anak
Pria Berusia 32 Tahun Mempunyai 96 Anak

Dia bahkan menangis ketika melihat bagaimana mereka punya kesamaan fisik

Setelah bertemu dengan salah satu anaknya, Dylan meminta untuk masuk dalam grup Facebook di mana orang tua dari keturunannya tergabung. Pria yang berprofesi sebagai software engineer tersebut lalu memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan dan memakai semua tabungan untuk bertemu mereka semua.

Meski bukan benar-benar anak yang dirawatnya, dikatakan jika Dylan punya koneksi dengan keturunannya. Ia bahkan menangis ketika melihat bagaimana mereka punya kesamaan fisik. Pria itu pun berusaha mengingat mereka dengan mencatat nama dan tanggal lahir. “Aku ingin melihat mereka tumbuh,” ujarnya.

Meski tampak punya niat baik, orang tua dari anak biologis Dylan sendiri mengaku berhati-hati dengan kedatangannya. Mereka juga memastikan kepada anak-anak bahwa Dylan bukan ayah mereka dan tetap orang asing.

“Kami datang ketika dia mengalami kesulitan. Menemui anak-anak memberinya tujuan baru. Setelah kami mengenal dia, kami merasa lebih nyaman. Tapi perasaanku berkata nantinya dia bisa merasa berhak yang mana bisa jadi masalah. Kami butuh dinding yang bisa ditembus untuk melindungi anak dan keluarga kami untuk dia bisa datang,” kata salah satu ibu bernama Bowes.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *