Liputandelapan8.com, Jakarta – Kisah Penjual Boneka Ondel-Ondel, dari sebuah rumah di gang kecil, sepasang suami-istri meraup keuntungan dari botol sampah hingga kain bekas yang diolah menjadi boneka ondel-ondel. Masyarakat di sekitar pun ikut ‘kecipratan’. Beratapkan plafon yang bolong-bolong, Fitri duduk di lantai untuk merapikan boneka ondel-ondel setengah jadi. Jam makan siang sudah lewat, tapi belum ada tanda-tanda perempuan 43 tahun itu mau beristirahat sejenak.
“Nggak ada orderan pun, harus tetap produksi buat stok. Takutnya tiba-tiba ada permintaan dari toko-toko,” kata Fitri, di rumahnya di perkampungan Kramat Sentiong, Jakarta Pusat, belum lama ini.
Dia dan suaminya, Sobirin merintis UMKM (usaha mikro kecil dan menengah)
Sudah tiga tahun terakhir, kamar yang berada di lantai dua rumah mereka yang sangat sederhana itu beralih fungsi sebagai tempat kerja sekaligus gudang penyimpanan. Dari ruangan berukuran 2×2 meter tersebut, ia dan suaminya, Sobirin merintis UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) boneka ondel-ondel ‘Pasobi’.
Di sebelah perempuan 43 tahun itu, terdapat sebuah karung besar berisi ratusan botol kosong bekas teh kemasan. Ia membelinya dari pemulung seharga Rp 300 per botol. Botol-botol tersebut nantinya bakal menjadi bahan baku salah satu model boneka ondel-ondel. Selain botol, terdapat pula tumpukan kain yang dipasok dari toko penadah pakaian bekas.
Adalah tugas Sobirin untuk menjahitnya sehingga membentuk pakaian mungil untuk berbagai variasi boneka ondel-ondel. Kebetulan, ia pernah bekerja untuk sang kakak yang membuka usaha tailor. Pengalaman tersebut membekalinya teknik dasar menjahit.
Tak hanya sampah botol dan kain bekas, mereka juga memanfaatkan lem curah buangan toko lain sebagai perekat. Meski tak sejernih lem baru, kualitasnya untuk menempel masih terjamin. Ada pula tali pallet yang biasa dipakai toko material untuk mengikat tumpukan keramik. Tali tersebut didaur-ulang menjadi kerangka boneka.
Benda buangan orang lain bisa menjadi sangat bernilai
Seperti sebuah pepatah dalam bahasa Inggris yang berbunyi, “One man’s trash is another’s treasure”, benda buangan orang lain bisa menjadi sangat bernilai di tangan pasangan yang telah dikaruniai lima anak ini. Dari sampah-sampah tersebut, jadilah ragam variasi boneka ondel-ondel dengan harga termahal tak lebih dari Rp 20.000 per pieces untuk pangsa grosiran.
Cuan pun dikantongi. “Kalau penjualannya lagi gacor (kuat), omzet bisa Rp 30 juta per bulan. Tapi kalau melehoy (lemah), paling dapatnya Rp 15 juta. Masih untung lah walau sedikit,” kata perempuan asli Betawi itu.
Fitri dan Sobri mengaku tak pernah menyangka bakal melakoni usaha boneka ondel-ondel. Sebelumnya, mereka sempat berjualan martabak di depan gang rumah sampai akhirnya pandemi COVID-19 melanda. Efek pembatasan sosial mengakibatkan martabaknya sepi pembeli. Memasarkannya secara online bukan pilihan lantaran keterbatasan alat. Alhasil, penjualan anjlok drastis.
“Pemasukannya lagi cakep banget dah, eh tiba-tiba pandemi. Nyerah juga setelah bertahan tiga bulan,” ungkap Sobirin yang hanya tamatan SD itu. Padahal, Fitri dan Sobri sangat bergantung pada usaha martabak itu untuk menghidupi keluarga. Usaha yang gulung tikar memaksa mereka memutar otak demi menyambung hidup.
Zamannya orang-orang lagi di dalam rumah, kita malah keluar
Kala menganggur, datang tawaran dari teman Fitri untuk membantu usaha boneka ondel-ondel. Ditugaskan sebagai tenaga penjualan, Fitri dibantu Sobri pergi dari satu toko ke toko lain untuk mendistribusikan dagangan kawannya. “Zamannya orang-orang lagi di dalam rumah, kita malah keluar,” kenang Fitri.
Melihat ada peluang untuk mengikuti jejak temannya, Fitri dan Sobri mulai menyisihkan penghasilan sedikit demi sedikit untuk modal usaha. Dana sebesar Rp 15 juta dari hasil menabung dan ikut arisan berhasil terkumpul. Akhirnya setelah setahun bekerja untuk orang lain, mereka memberanikan diri untuk membangun usaha boneka ondel-ondel sendiri.
Berbekal restu dari temannya, Fitri dan Sobri mencoba membuat boneka ondel-ondel versi mereka. Dari pencarian bahan, pembuatan, hingga pengantaran, semua mereka lakukan berdua.
Masih teringat betul di benak Fitri perjuangan mereka saat awal merintis Ondel-Ondel Pasobi. Mereka naik motor berboncengan, mengelilingi Jakarta dan sekitarnya untuk mencari toko mainan yang mau menadahi produk mereka.
“Waktu itu sampai bawa bekel nasi dan minum supaya menghemat. Sempat tuh yang ngerasain barang cuma laku sebiji setelah jualan ke mana-mana,” ungkap perempuan yang juga pernah mencoba jualan jangkrik itu. Meski penuh tantangan, mereka tak patah arang. Semangat jualan door-to-door tak padam. Berjualan di bazar dan pameran juga menjadi strategi mereka.
Setahun berjalan, UMKM Ondel-ondel Pasobi mulai stabil. Keuntungan juga sudah terlihat. Sudah banyak toko mainan yang mau menjual produk mereka.
Seiring permintaan yang semakin bertambah, Fitri dan Sobirin mulai kewalahan sehingga butuh bantuan orang lain. Namun, persediaan dana belum memungkinkan untuk merekrut tenaga baru. Sampai akhirnya, seorang kerabat merekomendasikan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Dana dari KUR BRI menjadi modal mereka untuk memperkerjakan orang
Sempat timbul keraguan di benak, Fitri dan Sobirin akhirnya mencoba untuk mengajukan pinjaman sebesar Rp 25 juta. Di luar dugaan, pengajuan disetujui. “Dalam waktu tiga hari, langsung cair. Nggak ada persyaratan yang ribet,” ungkap Fitri.
Dana dari KUR BRI menjadi modal mereka untuk memperkerjakan orang. Mereka tak mencari jauh-jauh. Orang-orang sekitar seperti keluarga dan tetangga yang justru diberdayakan untuk membantu mereka. Dari berdua, kini UMKM tersebut telah memiliki 15 personel yang diupah berdasarkan pendapatan yang masuk. Kebanyakan dari mereka adalah ibu-ibu rumah tangga.
Tugas mereka berbeda-beda. Ada yang memotong botol, menjahit, mengecat, hingga mengemas. Sobirin dan Fitri mengajari mereka melakukannya dari nol. “Kalau suatu saat nanti mereka mau usaha sendiri, yah silakan. Bersyukur, itu artinya ilmu yang didapat bermanfaat kan,” kata Fitri.
Nurul, salah satu tetangga yang direkrut Pasobi mengaku merasa sangat terbantu. Gaji yang didapat bisa meringankan beban rumah tangga. “Alhamdulillah setelah setahun gabung di tim packing Pasobi, saya bisa bantu-bantu suami buat kebutuhan dapur,” kata ibu dua anak itu saat dihubungi secara terpisah.
UMKM Pasobi bahkan memberdayakan pula warga yang sudah lansia. Seperti Emak Yati, seorang nenek lima cucu. “Bisa untuk tambah-tambah Emak jajan,” ujarnya. Sobirin dan Fitri berharap dapat mengekspansi UMKM tersebut agar dapat lebih banyak lagi warga sekitar yang sejahtra.