Sejarah Babad Diponegoro
Liputandelapan8.com, Jakarta – Sejarah Babad Diponegoro Memory Of The World, Babad Diponegoro adalah naskah kuno yang berisi riwayat hidup Diponegoro. Boleh dibilang, Babad Diponegoro termasuk biografi pertama dalam kesusastraan Jawa modern. Sejarah Babad Diponegoro dikatakan bahwa itu ditulis sendiri oleh Pangeran Dipenegoro saat ia berada dalam pengasingan di sebuah penjara di Manado, Sulawesi Utara pada sekitar 1831-1832.
Catatan tersebut ditulis dalam bahasa Jawa dan menggunakan huruf Arab. Naskah ini kemudian disalin ke dalam aksara Jawa dan diterjemahkan dalam bahasa Belanda. Babad Diponegoro berjumlah 1.151 halaman folio tulisan tangan. Buku tersebut dibagi menjadi beberapa bagian kisah, dimulai dari runtuhnya sisa-sisa Majapahit pada 1527 hingga Perjanjian Giyanti pada 1755.
Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan keadaan Kesultanan Ngayogyakarta dan riwayat hidup Diponegoro dari kelahirannya pada 1785 hingga diasingkan ke Manado pada 1830. Naskah aslinya ditulis dalam abjad Pegon dengan bentuk macapat atau puisi tradisional Jawa. Umumnya, macapat digunakan untuk menggambarkan perjalanan kehidupan orang Jawa.
Kata-kata dalam kisah ini disusun seperti puisi, yang biasanya dibacakan dengan menggunakan nada. Dalam macapat ini Pangeran Diponegoro menampilkan dirinya sebagai orang ketiga.
Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World)
Dilansir dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada 2010, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) mengajukan Babad Diponegoro yang bernomor KBG 282 sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World) melalui Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU).
Babad Diponegoro diajukan bersama oleh Perpusnas dan KITLV pada 2012. Hal ini dikarenakan naskah ini mempunyai salinan aslinya yang tersimpan di Indonesia tetapi naskah aslinya sudah hilang. Sementara yang ditulis dalam aksara Jawa tersimpan di Belanda.
Babad Diponegoro, bersama Kakawin Nagarakretagama, diterima sebagai Warisan Ingatan Dunia dalam Pertemuan ke-11 Komite Penasihat Internasional untuk Program Warisan Ingatan Dunia yang diadakan di Gwangju, Korea Selatan, pada 18-21 Juni 2013.
Seorang sejarawan Indonesia berkebangsaan Britania Raya, Peter Carey meragukan bahwa Diponegoro sendiri adalah penulis Babad Diponegoro.
Pasalnya, pada laporan dari seorang ajudan Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ditugaskan mendampingi Diponegoro yang mendengar dari Diponegoro sendiri bahwa kemampuan menulisnya dalam bahasa Jawa sangat kurang.
Ia menduga bahwa Diponegoro menceritakannya untuk dituliskan pada iparnya yang bernama Tumenggung Dipowiyono yang juga turut diasingkan. Peter Carey juga menulis buku berjudul Sisi Lain Diponegoro yang menceritakan tentang Perang Jawa dan Babad Diponegoro.
Inilah sejarah Babad Diponegoro yang merupakan Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World).