Viral Tradisi Kawin Tangkap Di Sumba Barat Daya NTT

video_viral_kawin_tangkap_di_sumba_barat_daya_ntt-Viral Tradisi Kawin Tangkap Di Sumba Barat Daya NTT

Liputandelapan8.com, Jakarta – Viral Tradisi Kawin Tangkap Di Sumba Barat Daya NTT, viral di media sosial sebuah video yang menunjukkan sekelompok pria menculik seorang perempuan yang sering dikenal sebagai tradisi kawin tangkap atau kawin paksa di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.

Dalam video viral tersebut, terlihat seorang perempuan yang diketahui berusia 20 tahun sedang berdiri di tepi jalan di depan sebuah warung. Perempuan itu sedang menunggu sang paman yang sedang memarkir sepeda motornya untuk membeli rokok di warung.

Tiba-tiba, muncul dua orang pria dari arah belakang dan langsung menyekap perempuan tersebut. Perempuan itu langsung berteriak keras.

viral-aksi-kawin-tangkap-di-Desa-Waimangura-Wewewa-Barat-Sumba-Barat-Daya-NTT-Viral Tradisi Kawin Tangkap Di Sumba Barat Daya NTT
Viral Tradisi Kawin Tangkap Di Sumba Barat Daya NTT

Polisi telah menahan empat dari 5 pelaku aksi kawin tangkap

Perempuan itu langsung diangkut ke atas mobil pikap hitam dengan sekelompok pria yang telah menunggu. Seorang perempuan yang berdiri di dekat korban terlihat berusaha menahan kelompok pria itu, namun usahanya tidak berhasil.

“Ini kawin paksa, kasihan,” ungkap perekam video tersebut.

Begitu korban sudah berada di pikap, kelompok pria itu pun segera pergi sambil bersorak gembira.

Polisi telah menahan empat dari 5 pelaku aksi kawin tangkap. Keempat tersangka itu antara lain JBT (45), HT (25), VS (25), dan MN (50). Polisi awalnya menahan 5 orang. Namun berdasarkan hasil penyelidikan, hanya 4 orang yang ditetapkan sebagai tersangka.

“Kami sudah amankan di Mapolres Sumba Barat Daya, termasuk mobil pikap yang digunakan oleh para pelaku,” ujar Kapolres Sumba Barat Daya AKBP Sigit Harimbawan.

Para pelaku dijerat dengan Pasal 328 KUHP sub Pasal 333 KUHP Junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 10 Undang-undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Kawin tangkap merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat pedalaman Sumba

“Pelaku melakukan penculikan sehingga diberikan ancaman sembilan tahun penjara sesuai pasal yang diterapkan,” tandas Kapolres Sumba Barat Daya AKBP Sigit Harimbawan.

Kawin tangkap merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat pedalaman Sumba, yaitu di Kodi dan Wawewa.  Kawin tangkap dianggap sebagai tradisi dari nenek moyang mereka secara turun-temurun sampai hari ini.

Padahal, tradisi ini dinilai sudah mengarah ke penculikan perempuan, pelanggaran hak-hak perempuan, dan pelanggaran HAM. Dalam tradisi ini, seorang perempuan ‘diculik’ dan ‘dipaksa’ menikah dengan alasan yang ‘dilegalkan’ secara budaya. Sebagaimana makna ‘dipaksa’, perempuan yang menjadi korban dari tradisi ini belum tentu mau menikah dengan pria yang menculiknya.

Dilansir dari CNN Indonesia, dalam tradisi lama masyarakat Sumba, kawin tangkap biasanya dilakukan oleh keluarga mempelai pria yang terhalang belis atau mahar tinggi dari pihak perempuan. Kawin tangkap juga bisa terjadi karena adanya halangan dari persyaratan adat lainnya, namun pihak pria tetap memaksa untuk menikahinya

Kawin tangkap merupakan kategori perkawinan tanpa peminangan yang terjadi karena belum ada kesepakatan keluarga mengenai jumlah belis atau mas kawin. Awal mula dalam tradisi ini, seorang perempuan sudah didandani. Calon mempelai pria juga sudah didandani dengan pakaian adat dan menunggangi seekor kuda.

Tradisi ini melenceng dan merugikan perempuan secara pribadi

Perempuan itu lantas ditangkap dan dibawa ke rumah keluarga pria. Tradisi ini termasuk unik, sebab menyangkut nama baik kedua keluarga, apalagi dengan latar keluarga berada. Setelah ditangkap, pihak pria akan membawa sebuah parang dan seekor kuda kepada pihak perempuan sebagai tanda permohonan maaf dan tanda bahwa perempuan sudah ada di rumah pihak pria.

Namun seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman. Praktik dari kawin tangkap mulai bergeser dan tidak sesuai dengan prosedur awal yang sesuai dengan tradisi.

Belakangan, tradisi ini melenceng dan merugikan perempuan secara pribadi. Kawin tangkap yang terjadi akhir-akhir ini seakan membuat perempuan merasa seperti diculik, disiksa, dilecehkan, bahkan merasa hina dan tak berharga.

Dalam praktik kawin tangkap sekarang ini, perempuan sering dijadikan ‘tebusan’ bagi keluarga yang memiliki utang. Fakta yang terjadi di lapangan, tradisi ini juga sering kali didasari pada keinginan sepihak pria tanpa ada persetujuan dari perempuan dan keluarganya.

Tak hanya itu, kawin tangkap juga melanggar hukum. Sebab, aksi ini termasuk sebagai kasus penculikan dan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 328 KUHP dengan pidana paling lama dua belas tahun.

Peristiwa ini juga tidak sesuai dengan syarat perkawinan UU RI No 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat 1 di mana perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

Pemerintah berusaaha untuk mengakhiri tradisi kawin tangkap yang dianggap melanggar hak-hak perempuan. Namun, sayangnya, tradisi ini masih kerap terjadi dengan kedok adat istiadat dan tradisi budaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *